Keutamaan Al-Qur’an Al-Qur’an Al-Karim adalah sistem yang komprehensif bagi seluruh hukum Islam. Al-Qur’an adalah sumber mata air yang senantiasa menyirami hati-hati yang beriman dengan kebajikan dan hikmah. Dan yang paling utama seorang hamba dalam upaya bertaqarub kepada Allah adalah dengan membacanya.
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ مَأَدْبَةُ اللهِ فَاقْبَلُوا مِنْ مَأْدَبَتِهِ مَا اسْتَطَعْتُمْ ، إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ حَبْلُ اللهِ ، وَالنُّوْرُ الْمُبِيْنُ ، وَالشِّفَاءُ النَّافِعُ عِصْمَةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ ، وَنَجَاةٌ لِمَنِ تَبِعَهُ ، لاَ يَزِيْغُ فَيَسْتَعْتَبُ، وَلاَ يَعُوْجُ فَيَقُوْمُ ، وَلاَ تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ ، وَلاَ يُخْلَقُ مِنْ كَثْرَةِ الرَّدِّ ، اتْلُوْهُ فَإِنَّ اللهَ يَأْجَرُكُمْ عَلَى تِلاَوَتِهِ كُلُّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ ، أَمَّا إِنِّيْ لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ ، وَلَكِنْ أَلِفْ وَلاَمْ وَمِيْم“Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah panggilan dari Allah, maka terimalah panggilan-Nya semampu kalian. Al-Qur’an ini adalah tali Allah. Cahaya yang terang, dan syifa’ (obat) yang bermanfaat. Qur’an adalah perisai bagi yang berpegang teguh kepadanya, dan penyelamat bagi yang mengikuti (petunjuk)nya. Tidak akan pernah menyimpang, karena Qur’an akan meluruskannya. Qur’an tidak akan pernah habis keajaiban-keajaibannya. Tidak akan pernah lenyap kemuliaan dan kelezatannya karena sering diulang. Bacalah Al-Qur’an karena sesungguhnya Allah akan memberi pahala kepadamu karena bacaan itu untuk setiap hurufnya sepuluh kebajikan. Saya tidak mengatakan kepada kalian bahwa ‘alif lam mim’ itu satu huruf, tetapi ‘alif’ satu huruf, ‘lam’ satu huruf, dan ‘mim’ satu huruf.” (Hakim)
عَلَيْكَ بِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ وَذِكْرِ اللهِ فَإِنَّهُ نُوْرٌ لَكَ فِي الأَرْضِ وَذُخْرٌ لَكَ فِي السَّمَاءِ“Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi cahaya bagimu di bumi dan menjadi simpanan (deposit amal) di langit.” (Ibnu Habban dalam hadits yang panjang)
Dari Aisyah ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ“Orang yang mahir dalam membaca Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia lagi taat. Dan barangsiapa membaca Al-Qur’an, sementara ada kesulitan (dalam membacanya), maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
مَنْ اسْتَمَعَ إِلَى آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى كُتِبَ لَهُ حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ وَمَنْ تَلَاهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ“Barangsiapa mendengarkan satu ayat dari Al-Qur’an, akan dicatat baginya satu kebajikan yang berlipat ganda. Dan barangsiapa membacanya, maka baginya cahaya pada hari kiamat.” (Ahmad)
بَعْثًا وَهُمْ ذُو عَدَدٍ فَاسْتَقْرَأَهُمْ فَاسْتَقْرَأَ كُلَّ رَجُلٍ مِنْهُمْ مَا مَعَهُ مِنْ الْقُرْآنِ فَأَتَى عَلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ مِنْ أَحْدَثِهِمْ سِنًّا فَقَالَ مَا مَعَكَ يَا فُلَانُ قَالَ مَعِي كَذَا وَكَذَا وَسُورَةُ الْبَقَرَةِ قَالَ أَمَعَكَ سُورَةُ الْبَقَرَةِ فَقَالَ نَعَمْ قَالَ فَاذْهَبْ فَأَنْتَ أَمِيرُهُمْ
Juga dalam hadits Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasul Allah saw. Mengutus (untuk suatu perkara), sementara mereka banyak jumlahnya. Maka beliau meminta kepada mereka untuk menghafal apa yang mereka hafal dari Al-Qur’an. Beliau menguji setiap orang dikalangan mereka. Tibalah giliran seseorang yang tertua dari mereka. Rasulullah saw. Bertanya, “Apa yang bisa kau miliki (dari hafalan Al-Qur’an) wahai fulan?” Dia menjawab, “Saya telah hafal ini dan ini, serta surat Al-Baqarah.” Rasulullah bertanya, “Benarkah kau telah hafal surat Al-Baqarah?” Dia menjawab, “Ya.” Rasulullah bersabda, “Pergilah, maka engkaulah yang menjadi amir (pemimpin) mereka.” (At-Tirmidzi, dia mengatakan, “Ini hadits hasan”)1)
Para salafus shalih tahu benar keutamaan Al-Qur’an dan keutamaan membacanya. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai tasyri’, sumber perundang-undangan, penentram hati, dan wirid dalam ibadah. Mereka melapangkan dada-dada mereka di hadapannya, mentadaburi isi dan kandungannya, serta reflekasikan makna-makna luhur yang terkandung di dalamnya ke dalam ruh dan spiritualitas mereka. Maka Allah memberikan pahala di dunia dengan menjadikan mereka sebagai qiyadah alam dan di akhirat mereka mendapatkan derajat yang tinggi. Namun ternyata Al-Qur’an kini kita terlantarkan, sehingga sampailah kita pada kondisi yang rapuh di dunia dan terlampau longgar dalam (pengamalan) agama.
Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw. bersabda:
“Diperlihatkan kepadaku semua pahala umatku, sampai-sampai (pahalanya) seseorang yang membuang kotoran dari masjid. Diperlihatkan pula dosa-dosa umatku. Maka aku tidak melihat dosa yang paling besar melebihi surat Al-Qur’an atau ayat Al-Qur’an yang dihafalkan oleh seseorang lalu dilupakannya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin sangat menaruh perhatian untuk menjadikan kitab Allah sebagai wirid pertama mereka. Dan di antara ata’ahhud (janji setia) dalam menjalankannya, setiap al-akh wajib mengkondisikan dirinya untuk membaca minimal satu hizb dari Al-Qur’an setiap hari.
Kadar Wirid
Masing-masing ikhwan memiliki situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, wirid Al-Qur’an ini tidak ada pembatasan. Hal ini tergantung kepada kondisi dan kemampuan masing-masing.2) yang terpenting jangan sampai ada hari berlalu tanpa membaca sesuatu pun dari kitab Allah.
Sebagai contoh dan penjelasan masalah tersebut, berikut ini akan kami paparkan wirid qur’ani yang ideal menurut salafush shalih.
1. Batas minimal (paling cepat) untuk mengkhatamkan Al-Qur’an adalah tiga hari. Mereka memakruhkan jika ada orang yang mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari atau lebih dari sebulan. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya mengkhatamkan Al-Qur’an dengan cepat kurang dari tiga hari tidak akan bisa membantu untuk memahami dan mentadaburi isinya. Dan mengkhatamkannya lebih dari sebulan berarti keterlaluan dalam meninggalkan tilawah”.
Dari Abdullah bin Amru bin Al-‘sh ra. Ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
Surat-surat yang disunnahkan untuk memperbanyak bacaannya
Diantara wirid Al-Qur’an Jamaah Ikhwanu; Muslimin yang kontinyu dilakukan tiap hari adalah membaca surat-surat berikut, Yaitu : Yasiin, Ad-Dukhan, Al-Waqi’ah, dan Tabaraka (Al-Mulk). Lebih dikhususkan lagi dalam hal itu pada hari dan malam Jum’at. Kemudian ditambah dengan surat Al-Kahfi dan Ali-Imran. Banyak hadits Rasulullah yang menerangkan hal itu. Diantaranya adalah:
1. Dari Ma’qil bin Yassar ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Terdapat banyak atsar yang marfu’ dan yang mauquf dari hadits Abdullah bin Mas’ud tentang keutamaan surat Al-Waqi’ah. Apalagi di dalamnya terdapat ayat tentang hari kebangkitan, hari pembalasan, dan argumentasi yang kuat tentang hal itu, yang tidak mungkin akan meninggalkan keraguan-keraguan bagi orang yang berakal. Maka disunahkan bagi setiap al-akh muslim untuk tidak menghalangi sampainya keutamaan surat ini kepadanya dengan cara mentilawahinya setiap hari sekali. Pada hari Jum’at dibaca sekali pada siang hari dan sekali pada malam hari, pada waktu ashar sampai maghribnya digunakan untuk membaca surat Ali-Imran. Barangkali itu merupakan waktu dikabulkannya do’a. maka seorang al-akhmenggunakan waktunya untuk menyibukkan diri dengan sebaik-baik dzikir, yakni tilawah Al-Qur’an.
Adab Tilawah
Di mukadimah telah kami sebutkan sebagian adab dzikir. Kami tambahkan di sini bahwa di antara adab tilawah adalah sungguh-sungguh dalam tadabbur dan tafakkur. Dan inilah tujuan awal dari tilawah Al-Qur’an. Allah swt berfirman:
Adab tilawah yang lain adalah menjaga hukum-hukum tajwidnya. Membaca huruf harus benar-benar dari makhrajnya dan menetapi kaidah-kaidahnya, memanjangkan yang harus dipanjangkan, mendengungkan yang harus didengungkan, mentafkhim yang harus di-tafkhim dan men-tarqiq yang memang harus di-tarqiq. Demikian pula kaidah-kaidah yang lainnya.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra., Rasulullah saw. bersabda:
Yang dimaksud dengan melagukan Al-Qur’an adalah berusaha menampakkan rasa khusyu’ dengan tajwid yang benar dalam membaca. Ada hadits Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Para sahabat Rasulullah saw. ketika mendengarkan Al-Qur’an, seolah di atas kepala mereka ada seekor burung. Para masyayikh Makkah dari kalangan orang-orang shalih, ketika hendak tadzakkur, mereka menghadap kepada imam Syafi’i. Beliau dikenal sangat baik bacaannya. Beliau membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada mereka, maka seseorang tidak akan melihat orang-orang yang menangis melebihi tangisan mereka tatkala mendengar ayat-ayat yang dibacakannya hal itu.
___________________________________________________________
1) Lengkapnya hadits berbunyi, “Maka berkatalah seseorang dari kalangan pembesar mereka, ‘Wahai Rasulullah, tidak ada yang menghalangiku untuk menghafal Surat Al-Baqarah, melainkan aku khawatir tidak bisa melaksanakan (isi)nya.’ Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Belajarlah dan bacalah Al-Qur’an, maka perumpamaan Al Qur’an bagi orang yang mempelajari kemudian membaca dan mengamalkannya adalah bagaikan kantong kulit yang penuh dengan minyak wangi, (di mana) baunya semerbak ke setiap tempat. Dan perumpamaan Al-Qur’an bagi yang mempelajarinya kemudian berhenti sampai di situ, dan Al-Qur’an hanya sebatas di kerongkongannya adalah bagaikan kantong kulit yang berlapis minyak wangi.’”
2) Dalam kitab At-Tibyan Imam Nawawi berkata, “Yang jelas hal itu berbeda karena keragaman manusia. Maka barangsiapa tampak pada dirinya ketelitian dan berbagai pengetahuan tentang kejelian berpikir, hendaklah ia membatasi sesuai dengan keberhasilan dia dalam mencapai kesempurnaan pemahaman dari apa yang dibacanya. demikian pula barangsiapa yang disibukkan dengan tugas-tugas keagamaan demi kemaslahatan kaum muslimin hendaklah ia membatasi pada kadar tertentu, sehingga, tidak terganggu apa yang menjadi tujuannya. Kalau bukan dari kalangan mereka, maka hendaklah ia memperbanyak sebatas yang memungkinkan baginya tanpa harus membatasi sampai capek atau mempercepat (bacaan).”
3) Dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash ra. berkata, “Aku berpuasa terus-menerus dan membaca (mengkhatamkan Al-Qur’an setiap malam. Terkadang aku sebutkan kepada Rasulullah, dan kadang ada yang diutus menemuiku. Maka aku yang datang kepada beliau, kemudian beliau bersabda. ‘Benarkah aku mendengar bahwa kau puasa terus menerus dan membaca Al-Qur’an setiap malam?’ Aku menjawab, ‘Ya wahai Nabi Allah. Aku tidak menghendaki hal itu kecuali kebaikan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk berpuasa tiga hari tiap bulan.’ Aku berkata, ‘Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku kuat lebih banyak dari itu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya istrimu punya hak yang harus kau tunaikan, tamumu punya hak yang harus kau tunaikan, dan jasadmu punya hak yang harus kau tunaikan. Maka berpuasalah seperti puasanya Nabi Dawud, sesungguhnya beliau adalah manusia yang paling menghamba (kepada Allah).’ Aku bertanya, ‘Bagaimanakah puasa Daud itu, wahai Nabi Allah?’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Nabi Daud itu sehari puasa dan sehari berbuka. Dan khatamkan Al-Qur’an setiap bulan.’ Aku berkata, ‘ sesungguhnya aku kuat lebih dari itu.’ Beliau bersabda, ‘Khatamkan setiap dua puluh hari. Aku berkata, ‘Aku kuat Yang lebih dari itu.’ Beliau menjawab, ‘Khatamakan setiap tujuh hari dan jangan sampai kurang dari itu (jangan sampai kurang dari tujuh hari pent.) Karena sesungguhnya istrimu mempunyai hak yang harus kau tunaikan, tamumu mempunyai hak yang harus kau tunaikan, dan jasadmu mempunyai hak yang harus kau tunaikan Aku memperberat diriku, maka Rasulullah pun memberatkan aku, dan Rasulullah saw. bersabda kepadaku, ‘Sesungguhnya engkau tidak tahu barangkali kau akan diberi umur panjang.’ Maka aku pun melaksanakan apa yang telah disabdakan Rasulullah saw. tersebut. Ketika pada usia senja, aku membayangkan seandainya waktu itu aku mau menerima dipensasi dari Nabi Allah saw.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4) Pembagian ini tidak mutlak harus begitu, tetapi ini hanya dalam rangka beritiba’ (kepada salafush shalih) dan menyebut yang lebih utama. Maka seorang al-akhhendaklah membaca semampunya, Yang penting jangan sampai ada waktu berlalu tanpa tilawah. Jika dia tidak begitu mahir dalam tilawah, hendaklah bersungguh-sungguh dalam melakukan istima’ atau dengan menghafal sebagian surat-surat pendek setiap kali terbuka kesempatan untuk itu.
5) Matan hadits itu berbunyi, “Dari Uqbah bin Amir ra. ia berkata, ‘Rasulullah keluar (menuju kami) -sementara waktu itu kami berada di Shuffah- dan bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian yang di awal pagi bisa bepergian dari Bath-ham ke Al-Aqiiq. Dari situ ia membawa dua unta yang besar dan gemuk. Dia sendiri tidak pernah berbuat dosa dan memutus tali silaturahmi.’ Kami menjawab, ‘Wahai Rasulullah kami menyukai hal itu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak inginkah salah seorang dari kalian bersegera menuju mesjid, kemudian mengerti dan membaca dua ayat dari kitab Allah? Itu lebih baik daripada dua unta, empat ayat lebih baik baginya dari pada empat unta dan (sebanyak ayat yang dibaca) itu lebih baik dari pada sebanyak unta (yang sesuai dengan jumlah ayat tadi).” (HR. Muslim dan Abu Dawud)